SERANGPOS.COM – Implementasi teknologi dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan air bersih dan layak minum bagi masyarakat, kata Ignasius Sutapa, Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air BRIN. Menurutnya, disrupsi teknologi harus dimanfaatkan untuk membantu penyediaan air dengan membangun dan mengembangkan sistem tata kelola berbasis teknologi secara masif.
Ignasius menuturkan air menjadi hak dasar bagi semua makhluk hidup di bumi. Ketika pasokan air kurang atau tercemar, maka masyarakat seringkali melakukan pencarian air secara mandiri.
Di Indonesia, lebih dari separuh perusahaan air minum menghadapi masalah dalam tata kelola, pelayanan, dan keuangan. Mereka hanya mampu mengolah air baku sesuai standar, namun kesulitan mengolah air marjinal seperti air bakau atau air payau.
“Rata-rata instalasi PDAM sejauh ini adalah teknologi yang biasanya dipakai untuk mengolah air baku standar, seperti tingkat sedimen dan pencemaran tidak terlalu tinggi,” jelasnya.
Ignasius menambahkan bahwa di negara-negara maju, masyarakat tidak diizinkan mencari air sendiri karena negara tidak bisa memantau kualitas air, yang berdampak pada kesehatan publik. Negara bertanggung jawab menyediakan air langsung kepada masyarakat.
Sebaliknya, di Indonesia, air disalurkan melalui jaringan perpipaan yang sering bermasalah. Ketika hujan deras, air pipa bisa menjadi keruh dan berbau kaporit.
“Walaupun sudah diolah oleh PDAM, tetapi kualitas yang sampai di keran-keran masyarakat bervariasi,” kata Ignasius.
Ignasius juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengembangkan teknologi penyediaan air bersih dan layak minum yang mampu mengolah sumber air marjinal di Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Teknologi ini disebut Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG). Implementasi IPAG dilakukan dalam proyek percontohan di Kalimantan Tengah pada 2011 hingga 2015.