SERANGPOS – Kisruh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) karena reorganisasi berimbas pada peneliti-peneliti di daerah. “Mereka merasa kurang nyaman dalam berkarya,” kata Ketua Himpunan Peneliti Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunawan di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Nasional Badan Tenaga Nuklir Nasional Yogyakarta, Rabu, 20 Maret 2019.
Gunawan merupakan peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta yang terpilih sebagai ketua dalam Musyawarah Himpunan Peneliti Indonesia DIY, organisasi profesi peneliti periode 2019-2024. Dia mencontohkan bentuk kekurangnyamanan peneliti itu pada aturan-aturan untuk peneliti yang berubah-ubah.
Keributan di LIPI membuat peneliti di daerah kebingungan dengan aturan-aturan baru yang diterapkan per 1 Januari 2019. Aturan yang banyak berubah itu misalnya peneliti wajib mengikuti uji kompetensi, angka kredit harus memenuhi syarat, harus presentasi dan dinilai asesor. Uji kompetensi peneliti ini menurut Gunawan paling ditakuti.
Selain itu, aturan batas usia pensiun dari 65 tahun menjadi 60 untuk peneliti juga merepotkan.
PP No.11/2017 yang terbit pada 7 April 2017 mengatur soal Batas Usia Pensiun (BUP) yang ditentukan pada Pasal 239 ayat (2) huruf b, yang menyebutkan bahwa BUP pejabat fungsional madya 60 tahun.
Regulasi itu merevisi aturan yang telah berjalan di era pemerintahan presiden sebelum Joko Widodo. Berdasarkan PP sebelumnya, yaitu PP No. 21/2014 tentang Pemberhentian PNS menyebut bahwa jabatan fungsional Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian BUP-nya 65 tahun.
Peneliti utama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Liliana Baskorowati, mengatakan kisruh LIPI belum membawa dampak secara langsung secara umum bagi peneliti di daerah. Tapi, secara khusus dampaknya adalah untuk peneliti yang hendak menaikkan angka kredit untuk jenjang atau pangkay selanjutnya. “Kepangkatan itu berinduknya ke LIPI. Kekisruhan itu membuat kacau,” kata Liliana.
LIPI, kata Liliana telah membuat berbagai aturan untuk peneliti secara nasional berbasis pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Aturan itu meliputi kenaikan pangkat, jenjang jabatan. Kuota untuk peneliti utama misalnya hanya 10 persen dan peneliti madya 20 persen.
Aturan-aturan baru itu membatasi jenjang jabatan karena masa pensiun dari 65 tahun menjadi 60 tahun menyulitkan peneliti. Ditambah lagi kuota yang hanya 10 persen untuk peneliti utama. Misalnya peneliti madya yang sudah berumur 57 tahun mau naik jadi peneliti utama terganjal karena kuotanya sedikit.
Di Yogyakarta terdapat 315 peneliti yang tersebar di 15 institusi. Mereka peneliti di bidang kehutanan, pertanian, sosial, nuklir, teknologi kulit, dan maritim.
Per Januari 2019 ini, syarat untuk menjadi peneliti utama harus sudah mengambil S3. “Yang jadi pertanyaan apakah LIPI masih berwenang dalam aturan-aturan baru itu. Kami harus menginduk ke mana,” kata dia.
Lewat aturan-aturan baru tersebut, LIPI, kata dia seharusnya segera memgambil alih. Ihwal tuntutan internal LIPI agar kepala LIPI dicopot, Himpunan Peneliti Indonesia DIY bersikap netral. “Ada pro-kontra karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Harus didalami,” kata dia.(tempo)