Oleh: H Derajat | Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita
SAHABATKU, yang karena engkaulah maka aku hidup, aku berada di sisimu dan menyayangimu.
Di malam Jum’at yang penuh kemuliaan dan keberkahan ini, aku mengingatkan engkau agar mencari wasilah (Guru Mursyid) yang akan selalu membimbingmu, mengawasimu dan membawamu wushul (makrifat/mengenal/sampai) kepada Allah. Sebagaimana dalam Al Qur’an difirmankan :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥
yâ ayyuhalladzîna âmanuttaqullâha wabtaghû ilaihil-wasîlata wa jâhidû fî sabîlihî la‘allakum tufliḫûn
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, ‘carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri)’ kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.
Syekh Fathurrahman, seorang Mursyid Tarekat Idrisiyyah telah berkalam dalam kanal youtubenya, bahwa kata “wasilah” berasal dari bahasa Arab yang berarti “jalan” atau “sarana” untuk mendekatkan diri kepada sesuatu.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwasanya apabila kita bersalaman dan bersilaturahim dengan orang yang bertemu dengan Rasulullah ataupun di masa kini adalah orang yang mempunyai sanad silsilah keilmuan yang bersambung ke Rasulullah, itu sama saja dengan bersalaman dengan Rasulullah SAW.
Sungguh agama ini sangat indah dan sempurna terhadap umat-umatnya.
Sebagaimana Baginda Rasul bersabda: Man sofahani au man sofaha man sofahani.
Karena orang yang mempunyai Sanad Silsilah dalam tarekat keilmuannya sesungguhnya dia adalah orang yang telah bertemu dengan Nabi SAW dengan lantaran dia telah menerima Nur Muhammad yang turun temurun dalam sanad silsilah tersebut.
Mengenai kedudukan ini, Syekh Fathurrahman berkata: Bertawasul atau berwasilah kepada Mursyidmu yang masih hidup juga diperbolehkan, bukan saja kepada Guru Mursyidmu yang telah wafat, sebagaimana dalam hadits dikatakan:
“Dari ‘Usman bin Hunaif R.A., beliau berkata; “Aku mendengar Rasulullah ﷺ saat ada seorang lelaki buta datang mengadukan matanya yang tidak berfungsi kepadanya, lalu ia berkata: ‘Wahai Rasulullah ﷺ, aku tidak punya pemandu dan sangat payah. Beliau bersabda: ‘Pergilah ke tempat wudhu, berwudhu, shalatlah dua raka’at, kemudian berdoalah (dengan redaksi): ‘Wahai Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu, dengan (menyebut) Nabi-Mu Muhammad ﷺ, nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhan-Mu dengan menyebutmu, karenanya mataku bisa berfungsi kembali. Ya Allah terimalah syafaatnya bagiku, dan tolonglah diriku dalam kesembuhanku.’ ‘Utsman berkata: ‘Demi Allah kami belum sempat berpisah dan perbincangan kami belum begitu lama sampai lelaki itu datang (ke tempat kami) dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali’.”_ (HR. Al-Hakim, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi. Shahih)
Juga dikatakan bahwa, tawasul dengan orang shalih yang hidup, disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari (Imam Bukhori, Shahih Bukhari, 1987, Beirut, Dar Ibn Katsir, halaman 99) sebagai berikut:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab radliyallahu ‘anh ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdoa ‘Ya Allah! Dulu kami bertawasul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawasul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”._ Perawi Hadits mengatakan _“Mereka pun diberi hujan.”_ (HR Bukhari)
Demikianlah dapat disimpulkan bahwasanya kita wajib menjaga Silaturahim dengan Guru Mursyid agar terjaga hubungan kita dengan Allah maupun RasulNya karena Nur Muhammad telah terlimpah kepada Sang Guru Mursyid. Insya Allah…
Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya.
Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.
Nabi Adam as setelah terusir dari surga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni. Setelah beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa beliau diampuni oleh Allah SWT.
Artinya, Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT.
Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitu pula dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya
Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat.
Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.
Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?
Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq ra ataupun Sayyidina Ali ra sebagai sahabat Beliau yang utama. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”
Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.
Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.
Nabi SAW bersabda: La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.
Artinya: “Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).
Makna melihat dalam hadits di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada umatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.
Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.
Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada *rabitah* atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlanjut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.
Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.
Nabi Adam as diampuni dosanya dengan berwasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?
Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.
Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia: “Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.)
Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.
Semoga Allah selalu memuliakan engkau, merahmati dan memberkahi kehidupanmu wahai sahabatku.***
 









 
 
 
 
 

 
 
 
 

 
 
 
