SERANGPOS.COM – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung menyetujui lima permohonan penghentian proses penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice (RJ).
Keputusan ini diambil setelah melalui proses gelar perkara yang dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Nanang Ibrahim Soleh.
“Ketiganya atas nama tersangka Elfan Panto alias Efan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, Silas Raymon Laluba dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, dan Wahid bin Jais Irpan dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, pada Sabtu 18 Mei 2024.
Dari lima permohonan Restorative Justice yang disetujui, tiga terkait dengan kasus dugaan tindak pidana penganiayaan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan dua permohonan lainnya atas nama tersangka Miftahul Huda bin (Alm) Anwar Asmungi dari Kejaksaan Negeri Murung Raya dan Adji Prasetyo bin Dedi Riswanto dari Kejaksaan Negeri Siak.
Miftahul Huda disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dan Pasal 80 Ayat (1) jo 76C UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sementara Adji Prasetyo didakwa melanggar Pasal 310 Ayat (2) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Atas disetujuinya RJ tersebut, Direktur Tindak Pidana Oharda memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
“Penerbitan SKP2 tersebut mengacu pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Sebagai Perwujudan Kepastian Hukum,” jelas Ketut Sumedana.
Dengan langkah ini, Kejaksaan Agung menunjukkan komitmen dalam penerapan keadilan restoratif, memberikan kesempatan kepada para tersangka untuk memperbaiki kesalahan mereka dan memperkuat nilai-nilai keadilan di masyarakat.